Keanekaragaman Hayati

Bila diperhatikan sekeliling rumah melalui jendela atau pintu rumah, akan terlihat berbagai tanaman atau pepohonan. 

Ada juga burung-burung di pohon dan kupu-kupu yang terbang dari bunga ke bunga. Disudut halaman ada segundukan sampah yang dikerumuni lalat. Lebih jauh, di pedesaan terdapat sawah dengan padi sebagai tanaman utama, ada burung, wereng, tikus. 

Lebih luas lagi, disekeliling pedesaan,dijumpai sungai, danau,hutan dan lain-lain. Lingkungan yang melibatkan seluruh organisme (mahluk hidup) dan lingkungan fisik (tanah, suhu, kelembaban, sinar, dan sebagainya) dan merupakan suatu keutuhan disebut Ekosistem.

Keanekaragaman Hayati
Dalam ekosistem, dikenal banyak ekosistem seperti ekosistem hutan, pesisir, dan danau untuk yang alami, serta ekosistem sawah, kolam, dan pekarangan untuk ekosistem buatan.Masing-masing ekosistem alami masih beranekaragam, misalnya hutan dapat berupa hutan tropika basah, hutan tropika kering, hutan mangrove, hutan sabana, hutan monsun, hutan pegunungan dan yang lainnya. 

Demikian juga dengan ekosistem buatan dapat beranekaragam seperti sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah pasang surut dan sawah lainnya. Dalam hal ini dikenal berbagai keanekaragaman, baik ditinjau dari bentuk dan susunan organisasi masyarakatnya. Ada keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman di dalam jenis (keanekaragaman plasmanutfah)

Keanekaragaman hayati (“biological diversity”), diartikan sebagai beranekaragamnya mahluk hidup dari berbagai sumber yang mencakup ekosistem daratan, bahari/akuatik lain, dan kompleks ekologi merupakan induknya, yang meliputi keanekaragaman dalam jenis, jenis dan ekosistem (Djajadiningrat, 1992).

Selanjutnya sumber daya hayati, adalah sumber daya genetika, mahluk atau bagiannya, populasi atau komponen biotik dari ekosistem yang mempunyai nilai/kegunaan nyata atau potensial bagi kemanusiaan. Ketentuan ini telah dibakukan dalam konvensi keanekaragaman hayati yang disetujui di Rio de Janeiro, Brazil pada bulan Juli 1992 (UNEP, 1992).

Keanekaragaman Hayati
Di daerah Jambi, baru-baru ini terjadi kebakaran hutan besar-besaran, sementara di daerah Jakarta sering terjadi banjir. Hal ini tidak lain merupakan akibat kerusakan ekosistem. 

Kerusakan ekosistem demikian adalah merupakan salah satu penyebab kehancuran atau kemusnahan dari keanekaragaman hayati di dalam ekosistem tersebut.

Untuk memahami konsep, ruang lingkup dan kecenderungan keanekaragaman hayati, melalui tulisan ini diharapkan dapat memperdalam dan memperluas cakrawala tentang keanekaragaman hayati dan bagaimana upaya mengelola keanekaragaman hayati, umumnya yang terdapat di Indonesia dan khususnya di daerah Jambi.

Ruang Lingkup, Manfaat Dan Kegunaan Keanekaragaman Hayati
Ruang Lingkup Keanekaragaman Hayati
Secara ringkas bahwa keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan dalam tiga taraf. Taraf pertama adalah taraf ekosistem, kedua taraf jenis, dan ketiga taraf plasmanutfah. Ketiga taraf ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keanekaragaman plasmanutfah terjadi bila ada jenis, sedangkan keanekaragaman jenis terjadi bila ada ekosistem. Ekosistem sendiri tidak akan berarti bila tanpa kehadiran jenis.

a. Keanekaragaman ekosistem

Di Indonesia dikenal 4 kelompok ekosistem, yaitu ekosistem bahari, terestrial alami, suksesi, dan buatan (Adisoemarto, 1993). Ekosistem bahari meliputi ekosistem laut dalam, pantai pasir, terumbu karang, pantai batu, dan pantai lumpur. Ekosistem darat alami meliputi vegetasi tanah rendah mulai hutan bakau dan tepi sungai sampai hutan, sedangkan vegetasi pegunungan meliputi hutan pegunungan sampai tundra dan vegetasi lain seperti hutan sabana, dan padang rumput.

Sementara itu, ekosistem buatan berupa danau, hutan tanaman; agroekosistem berupa sawah, kolam, tambak, pekarangan, perkebunan, ladang dan yang lainnya. Jadi, dalam hal ini dikenal adanya keanekaragaman ekosistem, yaitu lingkungan yang melibatkan unsur biotik, dan unsur fisik serta kimiawi yang saling berinteraksi satu sama lain (Sastrapradja, dkk. 1989).

b. Keanekaragaman jenis 

Jenis adalah satuan yang dapat di kenal dari bentuk dan penampilannya, dan terdiri atas pengelompokan populasi atau gabungan individu yang mampu saling berkawin sesamanya secara bebas untuk menghasilkan keturunan yang menyerupai tetuanya.

Di dalam ekosistem alami, jenis-jenis tumbuhan dan hewannya adalah liar, tidak dibudidayakan. Masing-masing mempunyai jenis, dengan tidak ada variasinya. Untuk tumbuhan, misalnya durian, meranti merah, meranti putih, dan hewannya misalnya harimau, macan tutul, rusa sambar, rusa Timor, jalak Bali, jalak putih, biawak Komodo. Beranekaragamnya jenis-jenis liar, baik tumbuhan maupun hewan, menunjukkan bermacam-macamnya jenis, atau keanekaragaman antar jenis, yang disebut keanekaragaman jenis.

c. Keanekaragaman plasmanutfah

Lain halnya dengan ekosistem alami, dalam ekosistem buatan dikenal adanya variasi dalam jenis. Durian yang ditanam dalam kebun dapat berupa durian sitokong, durian si petruk; rambutan Binjai, rambutan lebak, rapiah; pisang tanduk, emas, raja dan lain sebagainya, demikian juga dengan hewannya. Hampir semua jenis hewan yang dipelihara beranekaragam, seperti pada ayam misalnya ayam pelung, kapas, leghorn; pada itik misalnya itik jambul, Mojokerto, Tegal; dan hewan lainnya. Dalam hal ini menunjukkan keanekaragaman di dalam jenis. Masing-masing jenis menunjukkan keanekaragamannya. Taraf keanekaragaman semacam ini disebut keanekaragaman di dalam jenis, keanekaragaman genetika, atau disebut keanekaragaman plasmanutfah.


Plasmanutfah adalah substansi yang terdapat dalam setiap kelompok mahluk hidup dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan jenis unggul atau kultivar baru (Adisoemarto, 1993). Dengan batasan seperti ini, dapatlah diambil kesimpulan bahwa palsmanutfah itu adalah materi yang terkandung di dalam tubuh mahluk hidupnya.

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan Saran dan Kritiknya, untuk kemajuan blog dan kenyamanan bersama.